Kini, public relations (PR)
menjadi salah satu profesi yang banyak diincar oleh pencari kerja.
Menjanjikan penghasilan tinggi, seorang praktisi PR harus menciptakan
ide dan solusi serta membangun komunikasi dengan klien maupun media.
Profesi sebagai public relations
(PR) atau hubungan (humas) masyarakat sudah jamak terdengar di telinga
banyak orang. Hampir di seluruh kegiatan, baik berkaitan dengan
perseorangan, organisasi, atau perusahaan, peran PR sangat dibutuhkan
untuk mendukung kelancaran hingga kesuksesan kegiatan tersebut.
Adanya tuntutan keterbukaan dalam berbagai aspek kehidupan berimbas pada makin pentingnya profesi ini. Isyak Stamboel, Managing Director Kendilima Strategic Communications, mengatakan, hampir semua perusahaan yang menerapkan manajemen modern membutuhkan public relations. "Tren perusahaan ke arah terbuka, yakni perusahaan go public, memberi peluang profesi ini untuk lebih eksis," katanya.
Maklum, PR bisa menjadi jembatan komunikasi yang baik bagi berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Menurut Indira Abidin, Managing Director Fortune PR, public relations
memang mempunyai peran dalam membangun hubungan timbal balik dengan
berbagai stakeholder. Mereka harus membangun hubungan yang baik untuk
mendukung tercapainya tujuan bagi pribadi, organisasi, atau perusahaan.
Sementara
itu, Sri Lestari, Principal Consultant Cognito Communications
Counsellors, mengatakan, praktisi PR berperan dalam mengelola reputasi
klien. "Kami akan mengelola persepsi target audience klien kita,
terhadap produk, atau apa saja yang ditugaskan kepada kami," ujarnya.
Pertumbuhan
ekonomi di negeri ini yang baik juga meningkatkan kebutuhan akan
praktisi PR. Kebutuhan PR ini datang dari perusahaan-perusahaan yang
berkembang.
Selain itu, banyaknya investasi baru juga makin
mendorong tingginya kebutuhan akan PR. Sama halnya perusahaan lain,
perusahaan baru membutuhkan solusi strategi komunikasi khusus, baik
untuk memperkenalkan keberadaannya atau tujuan-tujuan yang ingin
dicapai.
Permintaan tinggi
Bukan
hanya oleh perusahaan PR, kebutuhan tenaga PR juga datang dari
perusahaan besar yang memiliki aktivitas bisnis luas. Mereka biasanya
juga mengurusi bidang hubungan internal maupun eksternal perusahaan.
Nah, PR yang bekerja pada sebuah perusahaan ini biasa disebut inhouse public relations. "Peluang karier PR sangat besar dan luas, sejalan dengan modernisasi yang terjadi di segala bidang," kata Isyak.
Indira
sepakat perihal tingginya kebutuhan profesional di bidang PR.
Buktinya, selama dua tahun belakangan ini ia banyak menerima proyek
berkaitan dengan public relations. "Banyak permintaan yang datang ke
Fortune PR. Hampir 30 persen dari luar negeri," jelasnya.
Senada
dengan Indira, Sri Lestari juga membenarkan soal perkembangan industri
PR ini. Ia melihat, salah satu indikasi pertumbuhan industri ini
adalah makin banyaknya sekolah yang menawarkan pendidikan public relations. "Kondisi itu bisa menunjukkan tingginya permintaan sumber daya manusia di industri ini," terang Sri.
Selain itu, ia juga mengamati munculnya sejumlah PR agensi baru. "Khususnya, PR agensi yang baru start-up atau masih kecil. Mereka bermunculan dengan jumlah yang cukup banyak," kata Sri.
Makin
baiknya prospek industri PR, lanjutnya, juga ditandai dengan
membaiknya penerimaan oleh media. "Saat ini, mulai ada media yang
memberikan penghargaan terhadap para praktisi PR," tutur Sri.
Dari
kacamata perusahaannya sendiri, Sri juga melihat pesatnya perkembangan
industri PR ini tampak dari proyek-proyek yang mengalir ke Cognito.
"Boleh dibilang, kecepatan kami mendapatkan proyek lebih cepat
dibandingkan dengan kecepatan kami mendapatkan karyawan," cetusnya.
Yang
jelas, tingginya permintaan itu juga melahirkan berbagai peluang dalam
industri hubungan publik. Termasuk, pengembangan sumber dayanya.
Maklum, saat ini, masih ada keterbatasan praktisi dalam industri PR
ini.
Tenaga kerja segar alias lulusan baru (fresh graduate)
belum bermanfaat secara maksimal. Butuh waktu yang cukup lama bagi
mereka untuk menjalani proses pendidikan. Maklum, para lulusan itu belum
siap pakai, tapi siap dididik kembali. "Meski dasar pendidikan PR
sudah cukup baik, masih jauh dengan kualitas yang dibutuhkan pasar,"
kata Isyak.
Padahal, kini, perusahaan-perusahaan yang ingin
mempekerjakan tenaga humas memerlukan tenaga-tenaga yang siap pakai.
Selain menguasai konsep-konsep PR, mereka juga mengerti praktik
manajemen, jurnalistik, dan mengikuti perkembangan masyarakat.
Arsitek komunikasi
Siapa
pun yang tertarik terjun ke dunia PR tak membutuhkan latar belakang
pendidikan khusus. Para praktisi PR yang ada saat ini pun datang dari
berbagai latar belakang pendidikan, tak terbatas dari mereka yang
memiliki pendidikan di bidang komunikasi.
Namun, tentu saja, akan
menjadi nilai lebih kalau para praktisi ini punya pemahaman yang lebih
baik akan salah satu industri. Misalnya, jika dia memahami soal
teknologi informasi atau hardware, software, besar kemungkinan dia akan
menangani perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan TI.
Yang
penting, menurut Isyak, orang yang menjalani profesi PR harus menyadari
bahwa jatidirinya menjadi cerminan profesinya. Saat dia akan membangun
citra positif, segala yang melekat dan tindakan yang dilakukan harus
berlandaskan harapan terciptanya hal-hal positif. "Seorang PR adalah
perencana komunikasi atau arsitek komunikasi," ujar Isyak.
Sebagai
arsitek, praktisi PR harus menguasai konsep-konsep komunikasi,
strategi komunikasi, dan siap mengeksekusi program komunikasi
sesempurna mungkin. "Dia juga harus memiliki pemikiran jernih. Karena
fungsi PR harusnya menjual solusi, dia juga harus bisa memberikan saran
yang paling baik untuk klien jika diminta," terang Sri.
Untuk
menjadi seorang praktisi PR yang andal, para peminat di bidang ini
harus memiliki bekal kompetensi yang cukup beragam. Apa saja? Yuk, kita
tengok satu per satu.
Keahlian berkomunikasi
Namanya saja arsitek komunikasi, tentu saja keahlian berkomunikasi (communication skill) mutlak harus dimiliki oleh seorang praktisi PR. Dia harus bisa menghadapi klien, media, dan masyarakat.
Keahlian
dalam berkomunikasi ini terlihat dari kemampuan membuat orang nyaman
diajak bicara, mengajak orang bisa mengungkapkan diri, serta bisa
menyampaikan pesan atau ide ke orang dengan efektif. Kemampuan ini juga
menjadi modal awal para PR untuk menciptakan jaringan, baik dengan
klien atau media. Dalam keahlian ini, seorang praktisi PR juga harus
mampu menjual ide. "Ini termasuk interpersonal skill," kata Indira.
Media relations
Kemampuan
media relations juga menjadi modal dasar lainnya, bagi praktisi public
relations. "Sebagai konsultan PR sebagian besar pekerjaan yang kami
tangani berhubungan dengan media massa," jelas Sri.
Oleh karena
itu, seorang praktisi PR harus mempunyai pemahaman pengetahuan dan
ketrampilan untuk mengenal media dengan baik. Mereka harus mengenal
media konvensional, sosial, dan apa pun jenis media itu, beserta
karakter masing-masing. Misalnya, jam
deadline, jenis-jenis
media yang cocok dengan tujuan yang ingin dicapai klien, gaya dan
keunikan. termasuk preferensi masing-masing media.
Makanya,
seandainya ada mantan wartawan yang ingin terjun ke dunia PR, tentu itu
menjadi nilai tambah tersendiri. Sebab, dia mengerti sistem dalam dunia
pers dan sudah paham peta media di Indonesia.
Namun, tak cukup
memiliki jaringan yang luas dengan banyak media, seorang praktisi PR
juga harus mampu menjalin komunikasi yang baik dan berkualitas dengan
para jurnalis, termasuk editor dan editor in chief. Arti berkualitas di sini, bukan hanya kenal, tapi memiliki hubungan yang baik, bahkan sedapat mungkin akrab.
Bisa menulis
Seorang
praktisi PR juga dituntut memiliki kemampuan tulis menulis. Bagian
dari kemampuan ini antara lain merumuskan masalah, menyusun dalam alur
sederhana, dan menyampaikannya dalam bentuk tulisan yang runut agar
pesan yang tersampaikan.
Maklum, dalam menjual solusi klien,
praktisi PR seringkali menggunakan media seperti konferensi pers. Nah,
dalam konferensi pers tersebut, mereka juga seringkali menyertakan media
release. Selain itu, untuk menjalin komunikasi, baik dengan klien atau
media, tak selamanya bentuk komunikasi ini bisa memakai cara-cara
verbal. "Oleh karena itu, dia juga harus bisa menulis," kata Sri.
Piawai bernegiosiasi
Semakin
senior predikat PR yang disandang, maka banyaknya keahlian akan
menjadi nilai tambah tersendiri. "Mereka harus pandai menganalisis
sesuatu, menangani isu, dan memiliki keahlian untuk bernegosiasi,"
terang Sri. Kemampuan negosiasi ini penting, karena praktisi PR bukan
hanya bernegosiasi dengan klien. Ketika mengadakan event tertentu,
mereka juga harus menghadapi banyak pihak. Misalnya, mereka harus
menyewa gedung atau mencari suplai berbagai kebutuhan untuk dalam event
tersebut.
Selain itu, kemampuan negosiasi juga diperlukan
ketika para praktisi PR ini harus mencari atau mendapatkan
proyek-proyek baru. "Kami semua harus mempunyai mentalitas untuk
mencari proyek," kata Sri.
Semakin baik kualitas dalam
menangani sebuah kegiatan atau mencari solusi terhadap suatu masalah,
akan makin besar peluang klien untuk memperpanjang kontrak. Tentu saja,
ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi agensi.
Penghasilan tinggi
Perkembangan
dalam industri PR ini juga menuntut adanya perubahan struktur
organisasi dalam sebuah perusahaan agensi PR. Supaya makin fokus dalam
memberikan pelayanan kepada klien, mereka pun terus berbenah dengan
mengembangkan berbagai divisi.
Dari sini lantas muncul
kebutuhan-kebutuhan tenaga baru. Tentu saja, hal ini menciptakan membuat
jenjang karier di sebuah perusahaan PR menjadi lebih luas dan panjang.
Hanya saja, setiap perusahaan tentu mempunyai kebijakan masing-masing
soal pengembangan divisi dan jenjang karier sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Di Cognito Communication Counsellors misalnya. Agensi PR yang menawarkan beberapa solusi komunikasi (corporate communication, marketing communication, crisis and issues management) membagi jenjang karier karyawan dalam enam tingkatan. Yakni, account coordinator, associate, senior associate, consultant, senior consultant, dan principal consultant.
"Tapi, bisa jadi level jenjang karier ini akan berbeda sangat jauh
antar perusahaan, meski menggunakan terminologi yang sama," pesan Sri.
Sementara
itu, Fortune PR membagi beberapa praktisinya dalam divisi berdasarkan
industri. Seperti ada divisi yang khusus menangani industri pariwisata
dan hospitality, keuangan, teknologi, kesehatan, dan prodev atau
pemasaran sosial.
Baik Indira maupun Sri Lestari mengakui, dalam
kondisi saat ini, keterbatasan praktisi PR justru berada pada level
atas. "Mulai prinsipal sudah susah, mereka ini yang memiliki kemampuan
untuk menggaet klien baru," kata Indira.
Lantas, berapa potensi
penghasilan yang masuk ke kantong praktisi PR? Sebagai perusahaan di
bidang jasa, Sri mengatakan sangat sulit memberikan patokan penghasilan
karena penilaian untuk pemikiran tiap-tiap individu di setiap
perusahaan bisa berbeda jauh. "Jadi, akan sulit menetapkan patokan
penghasilan karena perusahaan kecil punya perhitungan sendiri bagi
pemula dan tingkatan di atasnya, demikian pula perusahaan level
menengah dan atas," kata Sri.
Namun, menurut Sri, saat ini,
kompensasi yang diterima para praktisi PR ini cukup bersaing dengan
industri lainnya. "Jika tidak, tentu tak banyak pihak masuk di industri
ini," ujarnya.
Di luar kompensasi yang diterima setiap bulan,
lanjut Sri Lestari, seorang praktisi PR juga bisa mendapatkan
penghasilan tambahan, berupa insentif, komisi dan bonus kalau mereka
bisa mencapai target tertentu. "Jadi, mereka bekerja tak sekadar
menjalankan pekerjaan," kata Sri.
Mereka akan mendapatkan
insentif, misalnya, ketika ada klien yang menyatakan kepuasan karena
pesan yang mereka inginkan benar-benar tersampaikan berkat aktivitas PR
yang dijalankan petugas atau perusahaan. "Jika ada klien yang
memperbarui atau mendapatkan kontrak baru, keberhasilan ini juga kami
bagi kepada mereka yang selama ini telah bekerja keras," jelas Sri.
Isyak
menambahkan, penghasilan seorang PR sangat tergantung skala bisnis
perusahaan yang menaunginya. "Namun, untuk saat ini, penghasilan yang
diperoleh bisa ditotal relatif lumayan besar, apalagi untuk level
senior atau mereka yang sudah berpengalaman di bidang ini," katanya.
Seorang
praktisi PR yang enggan disebut namanya menyebutkan, kisaran
penghasilan PR di level pemula hingga masa kerja tiga tahun antara Rp 3
juta–Rp 5 juta per bulan. Sedangkan penghasilan tingkat senior
berkisar Rp 7 juta hingga Rp 12 juta. Di level selanjutnya, penghasilan
mereka bisa mencapai puluhan juta per bulan.
Tertarik?
(J. Ani Kristanti/Kontan)